KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Shalawat dan salam tak lupa senantiasa kita sanjungkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang kita harapkan syafa’atnya di yaumulqiyamah nanti, amin.
Penyusunan makalah ini dibuat guna memenuhi tugas
mata kuliah “Studi Syari’at islam di Aceh”.Makalah ini berjudul “Dinas Syari’at
Islam”, yang membahas tentang pengertian syari’at islam,Sejarah penerapan syariat islam di Aceh,tugas wilayatul hisbah,Qanun yang
telah di sahkan dan Kritik terhadap penerapan syari’at islam
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna,baik dalam hal
penulisan maupun pokok bahasan yang kami jelaskan. Berkaitan dengan hal
tersebut kami selaku penulis sangat mengharapkan saran, agar kedepannya kami
bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan kami yang lalu.
Banda
Aceh, November 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 rumusan masalah.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian syari’at islam........................................................................ 2
2.2 Sejarah penerapan syari’at islam di aceh .............................................. 2
2.3 tugas wilayatul hisbah............................................................................ 8
2.4 Qanun yang telah di sahkan................................................................... 10
2.5 kritik terhadap penerapan sayri’at islam................................................ 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Nanggroe Aceh Darussalam di kenal
dengan sebutan seramoe mekkah (serambi mekkah). Nafas islam begitu menyatu
dalam adat budaya orang Aceh sehingga aktifitas budaya kerap berazaskan islam.
Contoh paling dekat adalah pembuatan rencong sebagai senjata tradisional di
ilhami dari Bismillah. Seni tari-tarian seudati konon katanya berasal dari kata
syahadatain, dua kata untuk meresmikan diri menjadi pemeluk islam.
Saat syariat islam secara kaffah
dideklarasikan pada tahun 2001, pro dan kontra terus bermunculan sampai
sekarang. Keterlibatan pemerintah dituding ada unsur politik untuk memblokir
bantuan Negara non muslim terhadap kekuatan GAM ( gerakan Aceh merdeka ).
Nada-nada sinis kerap terdengar seperti “ pue payah awak jawa jak peu islam
tanyoe, ka dari jameun uroe jeh tanyoe ka islam” (kenapa harus pemerintah pusat
/ jawa yang mengislamkan orang Aceh, sedari zaman dulu Aceh adalah islam).
1.2 Rumusan
Masalah
a.Pengertian syariat islam
b.Sejarah
penerapan syariat islam di Aceh.
c. tugas wilayatul hisbah
d. Qanun yang telah di sahkan
e. Kritik terhadap penerapan syari’at islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 . Pengertian syariat islam
Syariat ( legislasi ) adalah semua
peraturan agama yang ditetapkan oleh ALLAH untuk kaum muslimin, baik yang
ditetapkan dengan Al-Qur’an maupun dengan sunnah Rasul ( Muhammad Yusuf
Musa,1998:131).
Menurut Ali dalam Nurhafni dan
Maryam (2006:61) syariat islam secara harfiah adalah jalan (ketepian mandi),
yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap muslum, syariat merupakan
jalan hidup muslim, syariat memuat ketetapan Allah dan Rasulnya, baik berupa
larangan maupun suruhan yang meliputi seluruh aspek manusia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa syariat
islam merupakan keseluruhan peraturan atau hokum yang mengatur tata hubungan
manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam
(lingkungannya), baik yang diterapkan dalam AL-qur’an maupun hadis dengan
tujuan terciptanya kemashlahatan, kebaikan hidup umat manusia di dunia dan di
akhirat.
2.2 Sejarah penerapan syariat islam di
Aceh.
- masa kerajaan Aceh.
Kerajaan Aceh mencapai gemilang masa pemerintahan
iskandar muda (1607-1636). Salah satu usaha beliau adalah meneruskan perjuangan
sultan sebelumnya untuk melawan kekuasaan portugis yang sangat membenci islam.
Dia juga mendorong penyebaran agama islam keluar kerajaan Aceh, seperti malaka
dan pantai barat pulau sumatera. (Zakaria Ahmad, 1973:20-22).
Peradilan islam dibentuk untuk mengatur tatanan hokum
yang di atur oleh ulama. Pengadilan diberikan kewenangan sepenuhnya untuk
mengatur jalan roda hokum tanpa meminta persetujuan pihak atasan, peranan Qadhi
malikul Adil (hakim agung kesultanan) di pusat kerajaan Aceh memiliki
kewenangan seperti Mahkamah Agung sekarang ini.
Setiap kawasan ada Qadhi ulee baling yang memutuskan
perkara di daerah tersebut. Jika ingin mengajukan banding diteruskan pada Qadli
Maliku Adil. Kedua Qadhi ini diangkat dari kalangan ulama yang cakap dan
berwibawa.
Sultan Aceh merupakan pelindung ajaran islam sehingga
banyak ulama dating ke Aceh. Pada masa itu hidup ulama seperti Hamzah fansuri,
Syamsuddin As-samathrani dan syekh Ibrahim as-syami. Pada masa iskandar thani
(1636-1641) dating Nuruddin arraniri. Pada tahun 1603, bukhari al jauhari
mengarang buku tajussalatih (mahkota raja-raja), sebuah buku yang membahas tata
Negara yang berpedoman pada syariat islam ( zakaria ahmad, 1973: 22).
Di bawah perintah sultan juga ditulis buku mit’at-uttullah
karangan syekh abdurra’uf disusun pada masa pemerintahan sultanah safiattuddin
syah ( 1641-1675 ), dan buku safinat-ulhukkamyi takhlish khashham karangan
syekh jalaluddin at-tarussani disusun masa pemerintahan sultan alaiddin
johansyah (1732-1760). Buku ini ditulis sebagai pegangan hakim dalam
menyelesaikan perkara yang berlaku di seluruh wilayah di seluruh kerajaan Aceh
sendiri dan di seluruh rantau takluknya. Kedua buku ini bersumber pada
buku-buku fiqih bermazhab syafi’i.
Hukum berlaku untuk setiap lapisan masyarakat termasuk
kaum bangsawan dan kerabat raja. Dari cerita mulut ke mulut iskandar muda
menjatuhkan hukuman rajam kepada anak kandungnya sendiri karena terbukti
berzina dengan salah seorang isteri bangsawan di lingkungan istana. Raja ling
eke XIV masa sultan ala’uddin ri’ayatsyah-al qahhar (1537-1571) di jatuhi
hukuman oleh qadli malikul adil untuk membayar 100 ekor kerbau kepada keluarga
adik tirinya yang dia bunuh dengan sengaja ( al yasa’ abu bakar, 2006:389-390)
Masa Aceh di bawah tampuk kerajaan masa dulu sudah di
terapkan syariat islam,buktinya adalah:
a. datangnya ulama-ulama besar, berarti
kebutuhan dan penghargaan terhadap ulama masa itu sangat besar.
b. Di bentuknya peradilan islam yang di atur
oleh ulama tanpa campur tangan penguasa, ada keleluasaan untuk menjalankan
hukum syariah.
c. Pengadilan di buat sistematis, dari tingkat daerah
hingga pusat. Masalah yang tidak selesai di tingkat daerah( qadhi ulee baling)
diteruskan ke mahkamah yang lebih tinggi (qadhi malikul adil).
d. Jika kisah iskandar muda yang menghukum anaknya
berzina adanya, berarti hukum rajam bagi pelaku zina sudah diberlakukan pada
saat itu.
2. Masa awal
kemerdekaan Indonesia dan orde baru.
Ketika kemerdekaan Indonesia di deklarasikan soekarno
pada 17 agustus 1945, aceh belum menjadi bagian dari NKRI. Kesediaan bergabung
dalam wilayah RI karena adanya janji soekarno yang ingin memberikan kebebasan
untuk mengurus diri sendiri termasuk pelaksanaan syariat islam. Janji itu
terucap pada tahun 1948, bung karno dating ke aceh mencari dukungan moril dan
materil bagi perjuangan bangsa Indonesia melawan belanda. Kebebasan melaksakan
syariat merupakan imbalan jika bangsa Aceh bersedia memberikan bantuan.
Gayung pun bersambut. Di bawah komando daud beureueh
berhasil terkumpul dana sebanyak 500.000 dolar AS. Untuk membiayai ABRI 250.000
dolar,50.000 dolar untuk perkantoran pemerintahan,100.000 dolar untuk biaya
pengembalian pemerintahan RI dari Yogya ke Jakarta. Bangsa Aceh juga menyumbang
emas lantakan untuk membelia oblogasi pemerintahan dan dua pesawat terbang,
selawah agam dan selawah dara.
Janji yang di lontarkan sang presiden RI di wujudkan
malah provinsi Aceh di satukan dengan provinsi sumatera utara tahun 1951. Hak
mengurus wilayah sendiri dicabut. Rumah rakyat,dayah,menasah yang hancur
porak-porandaakibat peperangan melawam Belanda dibiarkan begitu saja. Dari
sinilah daud beureueh menggulirkan ide pembentukan Negara islam Indonesia( DII
), april 1953 dia bergerilya ke hutan. Namun pada tahun 1962 bersedia menyerah
karena di janjikan akan di buatkan UU syariat Islam bagi rakyat Aceh (majalah
Era Muslim “untold history”. ] 30 September 2009 jam 22:35)
Setelah itu di berikan otonomi khusus untuk
menjalankan proses keagamaan, peradatan dan pendidikan namun pelaksanaan syariat
islam masih sebatas yang di izinkan pemerintah pusat. Hal itu tertuang dalam
keputusan penguasa perang (panglima militer 1 Aceh/ iskandar muda, colonel
M.Jasin) no KPTS/PEPERDA-061/3/1962 tentang kebijaksanaan unsure-unsur syariat
agama islam bagi pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh yang berbunyi :
“ pertama: terlaksananya secara tertib dan seksama
unsur-unsur syariat agama islam bagi pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh, dengan
mengindahkan peraturan perundangan Negara.
Kedua: penertiban pelaksanaan arti dan maksud ayat
pertama di serahkan sepenuhnya kepada pemerintah Daerah Istimewa Aceh. (al yasa
Abu Bakar, 2006:33).
Pada tahun 1966 orde baru yang berkuasa, di sahkan
peraturan daerah nomor 1 tahun 1966 tentang pedoman dasar majelis
permusyawaratan ulama. Fungsi majelis ini adalah sebagai lembaga pemersatu
umat, sebagai penasehat pemerintah daerah dalam bidang keagamaan dan sebagai
lembaga fatwa yang akan memberikan pedoman kepada umat islam dalam hidup
keseharian dan keagamaanya.
Langkah untuk mewujudkan syariat islam melalui PERDA
yang mengatur rambu-rambu pelaksanaan stariat islam di Aceh ditempuh dengan
membuat panitia khusus yang terdiri dari cendekiawan dan ulama di luar DPRD.
Rancangan ini disahkan DPRD menjadi peraturan daerah nomor 6 tahun 1968 tentang
pelaksanaan unsure syariat islam Daerah Istimewa Aceh. Ketika peraturan daerah
ini di ajukan kedepartemen dalam negeri untuk mengesahkan namun di tolak dan
secara halus (tidak resmi) meminta DPRD dan PEMDA Aceh mencabut PERDA tersebut.
Tahun 1974 pemerintah mengesahkan undang-undang
tentang pokok pemerintahan didaerah yang antara lain menyatakan bahwa sebutan
Daerah Istimewa Aceh hanyalah sekedar nama, peraturan sama dengan daerah lain.
Syariat islam yang berlaku di tingkat gampong dig anti dengan undang-undang
no:5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa ( alyasa abu bakar, 2006:31-39)
Tidak ada penerapan syariat islam sama sekali baik
pada masa orde lama maupun orde baru. Syariat islam Cuma senjata politik untuk
memuluskan rencana penguasa.
Periode orde lama, soekarno menggunakan janji
keleluasaan penerapan syriat islam untuk mencari dukungan dari pemimpin Aceh,
Abu Beureueh dan berhasil. Saat janji yang tak pernah di tepati itu ditagih
melalui perlawanan bersenjata, kembali jurus syariat islam yang di pergunakan
dan sekali lagi berhasil. Beberapa PERDA yang mengatur tata pelaksanaan syariat
namun sebatas yang di bolehkan penguasa. Masa orde lama pun tak jauh beda.
Syariat islam Cuma sekedar usaha penguatan kedudukan di mata masyarakat yang
sudah hilang kesabaran menanti janji pemerintah. Setelah kepercayaan masyarakat
tumbuh malah syariat islam yang di laksnakan turun-temurun tingkat desa malah
di hapuskan dan di ganti dengan peraturan yang berlaku di seluruh Indonesia.
3. Syariat
islam era otonomi khusus (sekarang).
Penerapan syariat islam era otonomi khusus untuk aceh
akrab dengan kata-kata “ penerapan syariat islam secara kaffah di Aceh”. Bisa
di artikan usaha untuk memberlakukan islam sebagai dasar hukum dalam tiap
tindak-tanduk umat muslim secara sempurna.
Istilah kaffah digunakan karena Negara akan melibatkan
diri dalam pelaksanaan syariat islam di Aceh. Membuat hukum positif yang
sejalan dengan syariat, merumuskan kurikulum yang islami, dan masalah-maslah
lain yang berkaitan dengan syariat.
Dasar hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah
diundangkan UU no 44 tahun 1999 dan UU no 18 tahun 2001. Dalam undang-undang
nomor 44 syariat islam didefinisikan sebagai semua aspek ajaran islam. Dalam
undang-undang nomor 18 disebutkan bahwa mahkamah syar’iyah akan melaksanakan
syariat islam yang di tuangkan ke dalam qanun terlebih dahulu. Qanun adalah
peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah Aceh untuk melaksanakan syariat
islam bagi pemeluknya di Aceh ( al yasa abu bakar, 2004:61).
Pelaksanaan syariat islam secara kaffah mempunyai
beberapa tujuan , di antaranya yaitu:
1. Alasan agama:
pelaksanaan syariat islam merupakan perintah agama untuk dapat menjadi muslim
yang lebih baik,sempurna, lebih dekat dengan ALLAH.
2. Alasan psikologis:
masyarakat akan merasa aman dan tenteram karena apa yang mereka jalani dalam
pendidikan, dalam kehidupan sehari-hari sesuai dan sejalan dengan kesadaran dan
kata hati mereka sendiri.
3. Alasan hukum:
masyarakat akan hidup dalam tata aturan yang lebih sesuai dengasn kesadaran
hukum, rasa keadilan dan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di tengah
masyarakat.
4. Alasan ekonomi dan
kesejahteraan sosial: bahwa nilai tambah pada kegiatan ekonomi, serta
kesetiakawanan sosial dalam bentuk tolong menolong, baik untuk kegiatan ekonomi
atau kegiatan sosial akan lebih mudah terbentuk dan lebih solid.
Lembaga yang terkait penerapan syariat islam.
a. Dinas syariat
islam.
Dinas syariat islam provinsi diresmikan pada tanggal
25 feb 2002. Lembaga inilah yang mengatur jalannya pelaksanaan syariat islam.
Tugas utamanya adalah menjadi perencana dan penanggung jawab pelaksanaan
syariat islam di NAD.
b. Majelis
permusyawaratan ulama (MPU)
Lembaga ini merupakan suatu lembaga independen sebagai
suatu wadah bagi ulama-ulama untuk berinteraksi, berdiskusi, melahirkan ide-ide
baru di bidang syariat. Kaitannya dalam pelaksanaan syariat islam adalah
lembaga ini bertugas memberikan masukan pertimbangan, bimbingan dan nasehat
serta saran dalam menentukan kebijakan daerah dari aspek syariat islam, baik
kepada pemerintahan daerah maupun kepada masyarakat.
c. Wilayatul
hisbah (WH)
Wilayatul hisbah merupakan lembaga yang berwenag
member tahu dan mengingatkan anggota –anggota masyarakat tentang aturan-aturan
yang ada yang harus di ikuti, cara menggunakan dan menaati hukum tersebut,
serta perbuatan yang harus di hindari karena bertentangan dengan peraturan.
2.3 Tugas
wilayatul hisbah.
Tugas yang harus di jalankan
wilayatul hisbah antara lain:
1. Memperkenalkan dan mensosialisasi qanun dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan syariat islam dan juga mengingatkan atau memperkuatkan aturan akhlak dan moral yang baik.
1. Memperkenalkan dan mensosialisasi qanun dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan syariat islam dan juga mengingatkan atau memperkuatkan aturan akhlak dan moral yang baik.
2. mengawasi masyarakat agar mereka memahami peraturan
yang ada dan berakhlak dengan akhlak yang luhur yang dituntun islam.
3. melakukan pembinaan agar para pelaku perbuatan
pidana tidak melakukan perbuatan maksiat (kejahatan) lanjut.
Wilayatul hisbah diangkat secara khusus oleh gubernur
pada tingkat provinsi, tingkat kabupaten atau kota oleh bupati atau walikota
sedangkat tingkat gampong di angkat oleh petugas tuha peut (tetua gampong)
setempat. Jika dijabarkan tahapan tugas wilayatul hisbah dan kaitannya dengan
penegak hukum syariah lain adalah:
a. Tahap
sosialisasi akan berhubungan dengan pimpinan gampong.
b. Tahap penyidikan
bertugas sebagai PPNS (petugas penyidik negeri sipil) dan akan berhubungan
dengan polisi.
c. Tahap
penjatuhan hukuman bertugas sebagai petugas pencambuk dan akan berhubungan
dengan kejaksaan.
d. Mahkamah syariah.
Mahkamah syariah merupakan pengganti pengadialan agama
yang sudah di hapuskan. Mahkamah ini akan mengurus perkara muamalah (perdata),
jinayah (pidana) yang sudah ada qanunnya. Pendek kata lembaga ini adalah
pengadilan yang akan mengadili pelaku pelanggaran syariat islam.
Tingkat kabupaten dibentuk mahkamah syariah dan
tingkat provinsi mahkamah syariah provinsi yang diesmikan pada tahun 2003
(dalam alyasa abu bakar, 2004 dan 2006).
Sistem penyusunan hukum syariat islam di NAD
Syariat islam yang akan menjadi hukum materil
dituliskan dalam bentuk qanun terlebih dahulu, untuk mencegah kesimpangsiuran.
Penerapan hukum jika hakim mengambil langsung dari buku-buku fikih dan
berijtihad sendiri dari al-quran dan sunnah rasul.
Sebelum terbentuknya qanun terlebih dahulu di buat
rancangan oleh sebuah team untuk disosialisasikan kepada masyarakat untuk
memperoleh masukan dan tanggapan. Setelah itu dilakukan konsultasi antara DPRD
dengan MPU.
2.4 Qanun yang
telah disahkan
Sampai tahun 2005 sudah ada beberapa qanun yang
disusun dan disahkan bahkan sudah ada pelaku pelanggar syariat yang ditindak
dengan hukum ini, diantaranya :
1. Qanun nomor 11 tahun
2002 tentang pelaksanaan syariat islam bidang aqidah. Ibadah dan syariat islam.
2. Qanun nomor 12 tahun
2003 tentang larangan khamar (minuman keras), pelaku yang mengkonsumsi khamar
akan dijatuhi hukuman cambuk 40 kali. Hakim tidak di beri izin untuk memilih
(besar kecil atau tinggi rendah) hukuman. Bagi yang mem[roduksi khamar dijatuhi
hukuman ta’zir berupa kurungan paling lama satu tahun, paling sedikit 3 bulan
dan denda paling banyak Rp. 75.000.000 (tujuh puluh lima juta) dan paling
sedikit Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).
3. Qanun nomor 13 tahun
2003 tentang larangan maysir (perjudian).
4. Qanun nomor 14 tahun
2003 tentang larangan khalwat (perbuatan mesum).
5. Qanun nomor 7 tahun
2004 tentang pengelolaan zakat.
Hukuman cambuk
Hukuman cambuk merupakan salah satu hukum yang berlaku
dalam syariat islam NAD. Ketentuan dlam hukum cambuk antara lain:
a. Terhukum dalam
kondisi sehat.
b. Pencambuk adalah
wilayatul hisbah yang di tunjuk jaksa penuntut umum.
c. Cambuk yang
digunakan adalah rotan dengan diameter 0.75 s/d 1.00 cm.
d. Jarak pencambuk
dengan terhukum kira-kira 70 cm.
e. Jarak pencambuk
dengan orang yang menyaksikan paling dekat 10 meter.
f.
Pencambukan di hentikan jika menyebabkan luka, di minta dokter atas
pertimbangan medis, atau terhukum melarikan diri.
g. Pencambukan
akan dilanjutkan setelah terhukum dinyatakan sehat atau setelah terhukum
menyerahkan diri atau tertangkap.
(al yasa abu bakar, 2006)
2.5 Kritik terhadap penerapan
syariat islam
Penerapan syariat islam hamper jalan 10 tahun.
Perlahan-lahan hukum positif yang dituangkan dalam KUHP digantikan dengan hukum
Allah yang terangkum dalam Al-Qur’an dan Hadish dan di tuangkan dinas syariat
islam ke dalam qanun. Pro dan kontra dari berbagai pihak terus saja mengalir.
Mereka berusaha mengkritisi, mengevaluasi dan mengajukan ide baru untuk perbaikan
system penerapan syariat islam ke depan.
Menurut Teuku Reiza Yuanda, penerapan syariat islam
lebih berkorelasi dengan aspek politik, yaitu sebagai upaya pemerintah
menyelesaikan konflik Aceh. Syariat islam cenderung di praktekkan dengan
cara-cara kekerasan oleh masyarakat dan pihak pelaksana syariat islam sendiri
tidak berdaya mencegah aksi kekerasan masyarakat tersebut. Hala yang sering
muncul kepermukaan adalah kasus mesum, khalwat, judi, khamar yang direspon
masyarakat melalui sweeping di kafe dan jalan dengan penekana pada busana
wanita. Pelaksanaan syariat telah terjadi pelanggaran terhadap serangkaian
aturan lainnya, apakah korupsi dan manipulasi keuangan Negara dibenarkan dalam
islam? Apakah menghujat orang lain, memukul dan menghina pelaku pelanggar
syariat islam tanpa proses hukum yang adil dibenarkan dalam islam? Sebagian
besar masyarakat Aceh membenci pelanggar syariat islam padahal justru si
pembenci sendiri terkadang jarang beribadah untuk melakukan kewajian sebagai
seorang muslim.
Sedangkan H.Taqwaddin mengkritisi hukum rajam bagi
pelaku zina dan di potong tangan untuk mencuri yang sedang hangat diwacanakan
di Aceh sekarang.
1. Negara tidak layak
merajam orang yang berzina jka Negara tidak mampu menangkal media yang
menjurus kepada hal-hal yang berbau porno dan memicu zina. Negara harus
menjalankan fungsinya dengan baik.
2. Fungsi dan peranan
hukum sering disamarkan sehingga seolah-olah masyarakat kalangan bawah tidak
berlaku bagi kalangan atas.
Pemberlakuan syariat islam secara kaffah, yaitu
keikutsertaan pemerintah untuk menegakkan agama islam secara semourna. Segala
bidang baik hukum, kesenian, pendidikan, system pemerintahan akan akan
dijalankan sesuai tata aturan yang dituangkan dalamhukum syariat islam.
Membangkitkan semangat keagamaan dan memberikan ganjaran bagi merekan yang
tidak menjadikan Al-Qur’an dan hadis sebagai tuntutan hidup.
Pada periode ini dibuatlah aturan dalam bentuk qanun
sebagai rujukan hakim untuk mengadili pelanggar syaariah. Pemerintah juga
membentuk polisi khusus (wilayatul hisbah) untuk mengawasi dan
mensosialisasikan jalannya qanun tersebut. Dinas syariat islam dibentuk untuk
mengkoordinir terlaksananya syariat islam menjadi satu kesatuan. Peranan ulama
sebagai penuntun dalam menelaah agama islam juga tidak di abaikan. Maka
di bentuklah MPU ( majelis permusyawaratan ulama ). Sebagai pemberi
masukan, saran dan kritik.
Beberapa kemajuan yang dicapai sejak dari pertama
diberlakukan diantaranya, kedudukan sekolah umum dengan sekolah madrasah
menjadi setara. Kesempatan mengajar pelajaran agama di sekolah oleh guru dayah.
Tgk imum gampong, guru pengajian memperoleh honorarium dari pemerintah.
Pembangunan balai pengajian dan kegiatan penagjian di danai oleh pemerintah.
Pemerintah ingin memperbaiki kesalahan orde lama dan
orde baru saat syariat islam secara kaffah bukan tuntutan masyarakat Aceh
umumnya. Hasil penelitian oleh bustami ( pasca sarjana UGM, 2004 )
memperlihatkan bahwa kalangan ulama dan aktifis mahasiswa memang melakukan
tuntutan agar syariat diberlakukan di Aceh, sedangkan aktivis LSM, cendekiawan,
dan masyarakat kalangan bawah, tidak pernah melakukannya.
Jadi dalam penerapan syariat islam ini ada dua
serangkai kuat dalam masyarakat. ulama sebagai pemimpin dan pengarah hidup
dalam masyarakat. mahasiswa meski sebagai intelektual muda, pemerintahan
setangguh rezim Soeharto bisa ditumbangkan, artinya peranan mahasiswa dalam
masyarakat sangat besar.
Jika dikaitkan dengan pendapat Teuku Reiza yuanda yang
telah diuraikan sebelumnya, penerapan syariat islam lebih berkorelasi dengan
aspek politik. Maka kekuatan ulama dan mahasiswa digunakan pemerintah
untuk mempengaruhi masyarakat agar berpersepsi syariat islamlah juru kunci
perdamaian di Aceh karena ulama sebagai orang cerdik dan bijak saja berdiri digaris
depan.
Banyak kejanggalan dan kekurangan dari segi penerapan
dari hukum syariat. Syariat islam yang paling mengemuka dari tahun
2001-sekarang adalah khalwat, judi, khamar, jilbab wanita, celana panjang bagi
wanita. Akhir-akhir ini pun sempat di hebohkan dengan wacana pemberlakuan rajam
bagi pelaku zina dan potong tangan bagi pencuri.
Memang minuman keras dapat menjerumuskan seseorang
untuk melakukan perbuatan keji lain seperti pembunuhan, zina dan dosa-dosa
besar lainnya. Judi dapat membawa kesengsaraan karena sifatnya untung-untungan.
Negitu juga dengan pakaian yang menonjolkan lekuk tubuh wanita yang merupakan
aurat bagi mereka dan khalawat akan mendorong terjadinya pemerkosaan,
perzinaan, pelecehan terhadap kehormatan wanita. Lebih parah lagi zina akan menghasilkan
keturunan yang tidak diridhai oleh Allah, terlunta-luntanya anak-anak hasil
zina,
Namun mengapa sampai sekarang tidak ada seorang pun
pejabat pernah dihukum yang telah ketahuan melakukan KKN terus merajalela.
Untuk Pemkab Aceh Utara sendiri 22 milyar uang rakyat lenyap, namun tidak ada
sorotan dalam bidang syariat islam.
Ladang ganja, pembunuhan, perampokan terus saja
merajalela namun tidak pernah ada penanganan yang serius dari pihak berwenang.
Media massa yang tidak islami terus saja bermunculan dan merupakan
pencetak oplah terbanyak di Aceh. Seperti Pro haba, rakyat Aveh, Metro
Aceh. Koran ini menonjolkan berita seks, kriminalitas tanpa menghormati
identitas korban suatu kejahatan. Dalam panduan komunikasi massa umum saja
sudah ditegaskan tidak boleh memuat suatu berita dengan mengabaikan hak-hak
orang yang diberitakan apalagi dalam komunikasi islami.
Hal ini selaras dengan pendapat H.Taqwaddin yang
mengatakan pemerintahan tidak layak merajam orang yang berzina jika Negara
tidak mampu menangkal mediayang menjurus kepada hal-hal yang berbau porno.
Percuma saja pelarangan zina jika hal-hal yang memicu terjadinya zina terus
menerpa umat islam.
Dari segi pakaian mengapa selalu celana panjang wanita
yang menjadi sorotan dan rok menjadi solusinya? Jika rok juga dapat menonjolkan
aurat intinya kan sama saja. Mengapa kaum lelaki yang memakai celana pendek
tidak pernah dipermasalahkan? Padahal dia dalam islam jelas diatur aurat wanita
adalah seluruh tubuh dan laki-laki dari pusar hingga lutut. Mengapa pula dalam
VCD karya seni anak Aceh modelnya tidak memakai pakaian yang islami dan
ceritanya disajikan tidak islami. Mengapa hal itu tidak mendapat perhatian dari
dinas syariat islam atau pihak-pihak terkait lainnya. Ada apa dibalik semua
itu???
Mungkin yang perlu dilakukan agar islam kembali jaya
di Aceh sepeti pada masa Rasulullah adalah mencoba bangkit dari hal-hal kecil
tapi efeknya sangat besar. Seperti disiplin waktu, menjaga kebersihan,
ketertiban di jalan raya, penghormatan terhadap milik dan karya intelektual
orang lain, kesopanan, rasa cinta kepada Allah dan Rasul.
Sosialisasi syariat islam perlu dilakukan dengan cara
modern. Di bidang pakaian harus digiatkan seni merancang busana yang islami
karena ada kecenderungan masyarakat kita berbusana sesuai trend. Maka kita
harus menciptakan trend yang islami.
Dapat juga dilakukan melalui pemanfaatan media milik
pemerintah seperti TVRI dan RRI. Produktivitas TVRI yang kurang berkembang
perlu disokong dengan acara-acara yang berbasiskan islam. Media cetak islami
perlu digiatkan perkembangannya. Jadi intinya adalah kita jangan hanya pandai
melarang tanpa memberikan solusi, tapi solusi yang tepat akan meminimalisir
hal-hal yang menguras keimanan kepada Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Syariat islam merupakan peraturan
yang telah ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an dan hadish bagi umat islam tidak
hanya segi ibadah namun juga bidang sosial, ekonomi, budaya agar tercipta
kehidupan teratur, aman sentosa dunia dan akhirat.
Syariat islam sudah di terapkan
sejak Aceh masih dalam bentuk kerajaan. Ulama merupakan ujung tombak
pelaksanaan hukum tanpa harus meminta persetujuan dari penguasa. Pengadialn di
bentuk di tingkat daerah dan di teruskan ke pusat jika terdakwa mengajukan
banding. Beberapa hukum yang di laksanakan di antaranya rajam bagi pelaku zina
dan denda dengan membayar diyat oleh pelaku pembunuhan sengaja.
Masa orde lama dan orde baru tidak
ada pelaksanaan syariat resmi dari pemerintah. Syariat dilaksanakan sendiri
oleh masyarakat di tingkat gampong. Pemerintah memahami betul sikap orang Aceh
yang menjunjung tinggi syariat islam sehingga digunakan sebagai senjata politik
untuk menarik simpati rakyat dan berhasil.
Setelah Aceh diberikan status
otonomi khusus tahun 2001, pemerintah mencanangkan syariat islam secara kaffah
khusus wilayah Aceh. Syariat islam secara kaffah di artikan pelaksanaan hukum
syariah secara sempurna oleh pemrintah daerah. Beberapa lembaga yang di bentuk
untuk menjalankannya yaitu, dinas syariat islam yang mempunyai tanggung jawab
utama pelaksanaan hukum syariah, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sebagai
lembaga independen yang bertugas memberikan masukan dan kritikan terhadap
jalannya hukum syariat, dan polisi wilayatul hisbah yang bertugas
mensosialisasikan qanun, menangkap pelanggar qanun serta menghukum pelaku yang
melanggar syariat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,zakaria.1973.sejarah Indonesia jilid II.Medan:
monora.
Abu Bakar. Al yasa’.2004. bunga rampai pelaksanaan
syariat islam (pendukung Qanun pelaksanaan syariat islam). Dinas syariat islam
: Banda Aceh.
Abu Bakar. Al yasa’.2006. syariat islam di provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam-paradigma, kebijakan dan kegiatan. Dinas syariat
islam: Banda aceh.
Musa, Muhammad yusuf.1988.islam: suatu kajian
komprehensif. Jakarta: rajawali press.
Nurhafni dan maryam.2006. pro dan kontra penerapan
syariat islam di NAd. SUWA IV (3):59-66
0 Komentar untuk "MAKALAH STUDI SYARI’AT ISLAM DI ACEH, Dinas Syari’at Islam"