ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADIS
“SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN”
Disusun
oleh :
Muhibatul
Alami (140603117)
Dosen
pembimbing:
Tarmizi
M Daud
JURUSAN PERBANKAN SYARI'AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Shalawat dan salam tak lupa senantiasa kita sanjungkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang kita harapkan syafa’atnya di yaumulqiyamah nanti, amin.
Penyusunan makalah ini dibuat guna
memenuhi tugas mata kuliah“Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadis”.Makalah ini berjudul“ULUMUL
QUR’AN DAN PERKEMBANGANNYA”, yang membahas tentang pengertian ulumul qur’an, ruang
lingkup pembahasan ulumul qur’an, urgensi mempelajari ulumul qur’an dan sejarah
pertumbuhan dan perkembangan ulumul qur’an.
Kami
menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, baik dalam hal penulisan maupun
pokok bahasan yang kami jelaskan. Berkaitan dengan hal tersebut kami selaku
penulis sangat mengharapkan saran, agar kedepannya kami bisa memperbaiki
kesalahan-kesalahan kami yang lalu.
Banda Aceh,
6 November 2014
Penulis.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Ulumul Qur’an
Al-Quran
adalah kitab suci umat Islam. Diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat
Jibril. Kitab terakhir ini merupakan sumber utama ajaran Islam dan pedoman
hidup bagi setiap Muslim. Al-Quran bukan sekedar memuat petunjuk tentang
hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya (Hablum min Allah wa hablum min
an-nas), serta manusia dengan alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam
secara sempurna (kaffah), diperlukan
pemahaman terhadap kandungan al-Quran dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten.
Al-Quran merupakan mukjizat terbesar
nabi Muhammad SAW. Diturunkan dalam bahasa Arab, baik lafal maupun uslub-nya. Suatu
bahasa yang kaya kosa kata dan sarat
makna. Kendati al-Quran berbahasa Arab, tidak berarti semua orang Arab
atau orang yang mahir dalam bahasa Arab, dapat memahami al-Quran secara rinci. Al-Quran
adalah kitab yang agung,memiliki nilai sastra yang tinggi. Meskipun diturunkan
kepada bangsa Arab yang lima belas abad lalu terkenal dengan jiwa yang kasar
Al-Quran mampu meruntuhkan dominasi sya’ir-sya’ir Sastrawan Arab, hingga tidak
berdaya dihadapan Al-Quran. Kitab suci al-Quran sebagai pedoman umat Islam
harus dipahami dengan benar. Hasbi Ash-Shidieqi menyatakan untuk dapat memahami
al-Quran dengan sempurna, bahkan untuk menterjemahkannya sekalipun, diperlukan sejumlah
ilmu pengetahuan, yang disebut Ulumul
Qur”an.[1]
B. Rumusan masalah
Yang menjadi pembahasan pada makalah
ini adalah :
1. Pengertian
ulumul qur’an?
2 . Ruang
lingkup ulumul qur’an?
3. Urgensi
mempelajari ulumul qur’an?
4 .Sejarah
pertumbuhan dan perkembangan ulmul qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulumul Qur’an
Istilah Ulumul Qur’an, secara etimologis
merupakan gabungan dari dua kata bahasa Arab ulum dan al-Qur’an. Kata ulum bentuk jama’ dari kata ‘ilm yang merupakan bentuk masdhar dari
kata ‘alima,ya’lamu yang berarti mengetahui. Dalam kamus al-Muhit kata ‘alima
disinonimkan dengan kata ‘arafa
(mengetahui, mengenal).[2]
Kata ‘ilm semakna dengan ma’rifah
yang berarti “pengetahuan”. Sedangkan ‘ulum berarti sejumlah pengetahuan.
Kata al-Qur’an dari segi bahasa
adalah bentuk masdhar dari kata kerja Qara’a,berarti
“bacaan”. Hal ini berdasarkan firman Allah:
Artinya: apabila kami telah selesai membacanya, maka
ikutilah bacaannya. ( QS. Al –Qiyamah: 18)
Kemudian dari makna masdhar ini dijadikan nama
untuk kalamullah mukjizat bagi nabi Muhammad SAW. Lebih lanjut terdapat
beberapa pandangan ulama tentang nama al-Qur’an itu sendiri, sebagaimana yang
terungkap dalam kitab al-Madkhal li Dirasah al-Qur’an al-Karim,[3]
sebagai berikut:
1. Qur’an
adalah kata sifat dari al-Qar’u yang bermakna al-jam’u (kumpulan), Selanjutnya
kata ini digunakan sebagai salah satu nama bagi
kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena al-Qur’an terdiri dari
sekumpulan surah dan ayat, memuat kisah-kisah, perintah dan larangan, dan
mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Pendapat
ini dikemukakan al-Zujaj (w. 311)
2. Kata
al-Qur’an adalah ism alam, bukan kata
bentukan dan sejak awal digunakan sebagaimana bagi kitab suci umat Islam.
Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Syafi’I( w.204).
Sedangkan al-Qur’an menurut istilah
adalah: “ Firman Allah Swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang
memiliki kemukjizatan lafal, membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara
mutawatir, yang tertulis dalam mushaf, dimulai dengan surat al- Fatihah dan di
akhiri dengan surat an-Nas.
Kata ulum yang disandarkan
kepada kata “al-Qur’an” telah
memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang
berhubungan dengan al-Qur’an, baik dari segi kberadaannya sebagai al-Qur’an
maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.
Secara istilah, para ulama telah merumuskan berbagai defenisi Ulumul Qur’an.
1. Al-Zarqani
merumuskan pengertian Ulumul Qur’an sebagai: beberapa pembahasan yang
berhubungan dengan AL-Qur’an al-Karim, dari segi turunnya, urut-urutannya,
pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh
dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya,
dan sebagainya.
2. Manna’
al- Qathan memberikan defenisi bahwa
Ulumul Qur’an adalah ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan
dengan Al-Qur’an, dari segi pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya,
pengumpulan Al- Qur’an dan urut-urutannya, pengetahuan tentang ayat-ayat
Makkiyah dan Madaniyah, hal –hal lain yang ada hubungannya dengan al-Qur’an.
3.Menurut
T.M Hasbi As-Shiddiqie
‘Ulumul
Qur’an ialah pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segi
nuzulnya, tertibnya, mengumpulnya, menulisnya, membacanya dan menafsirkannya,
I’jaznya, nasikh mansukhnya, menolak syubhat-syubhat yang dihadapkan kepadanya.[4]
Defenisi
nomor satu dan dua di atas pada dasarnya sama. Keduanya menunjukkan bahwa
ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah pembahasan yang pada mulanya merupakan
ilmu-ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu-ilmu ini tidak keluar dari ilmu agama dan
bahasa. Masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggap
penting. Objek pembahasannya adalah Al-Qur’an.
Adapun
perbedaannya terletak pada tiga hal:
1. Aspek
pembahasannya; defenisi pertama menampilkan sembilan aspek pembahasannya dan
yang kedua menampilkan hannya lima daripadanya.
2. Meskipun
ke duanya tidak membataskan pembahasannya pada aspek-aspek yang ditampilkan,
namun defenisi pertama lebih luas
cakupannya dari yang ke dua. Sebab, defenisi pertama diawali dengan kata Mabaahitsu yang merupakan bentuk jama’
yang tidak berhingga dan menyebut secara eksplisit penolakan hal-hal yang bisa
menimbulkan keragu-raguan terhadap al-Qur’an sebagai bagian dari pembahasannya.
Sedangkan defenisi yang kedua tidak demikian.
3. Pada perbedaan aspek pembahasan yang
ditampilkan tidak semuanya sama di antara ke duanya. Defenisi pertama
disebutkan bahwa penulisan al-Qur’an, Qiraat, penafsiran dan kemu’jizatan
Al-Qur’an sebagai bagian pembahasannya. Sementara itu, dalam defenisi ke dua
semua itu tidak disebutkan.[5]
Dengan
melihat persamaan dan perbedaan antara kedua defenisi di atas dapat diketahui
bahwa defenisi pertama lebih lengkap dibanding dengan defenisi ke dua..
Penjelasan-penjelasan
di atas juga menunjukkan adanya dua unsur penting dalam defenisi Ulumul Qur’an.
Pertama, bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah pembahasan. Kedua,
pembahasan-pembahasan ini mempunyai hubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek
keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai
pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.
B. Ruang lingkup Pembahasan ‘Ulumul Qur’an
Berdasarkan pengertian ‘Ulum
AL-Qur’an di atas dapat dipahami tentang ruang lingkup Ulum Al-Qur’an, yaitu
semua ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an berupa ilmu agama dan ilmu ‘Ibrab
Al-Qur’an. Bahkan As-Suyuthi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Syadali
memperluasnya sehingga memasukkan kedokteran, ilmu ukur, astronomi dan
sebagainya ke dalam pembahasan ‘Ulumul Qur’an.[6]
Namun As-Shiddiqie sebagaimana yang dikutip oleh Ramli Abdul Wahid mengatakan
bahwa segala macam pembahasan ‘Ulumul Qur’an kembali kepada beberapa pokok
persoalan sebagai berikut:
1. Persoalan Nuzul, ayat-ayat Makiyah atau
Madaniyah, sebab turun ayat, yang mula-mula turun dan yang terakhir turun, yang
berulang-ulang turun, yang turun terpisah pisah, dan yang turun sekaligus
2. Persoalan sanad, meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan sanad yang muthawatir, yang ahad, yang Syaz, bentuk-bentuk
Qirat, para periwayat dan penghafal Al-Qur’an dan cara tahammul ( penerimaan
riwayatnya)
3. Persoalan
adad Qiraat, masalah waqaf (berhenti), ibtida’ (cara memulai), imalah( cara
memanjangkan) takhfif Hazah (cara meringankan Hamzah), idgham (memasukkan bunyi
huruf nun mati ke dalam huruf sesudahnya)
4. Persoalan yang menyangkut lafal
Al-Qur’an yaitu Gharib (pelik), Mu’rab (menerima perubahan akhir kata), majaz
(metafora), musytarak, muradif (sinonim), isti’arah (metaphor), tasybih
(penyerupaan).
5. Persoalan makna al-Qur’an yang
berhubungan dengan hukum yaitu ayat yang bermakna umum yang dikhususkan oleh
sunnah, yang nash, yang zhahir, yang mujmal (global), yang munfashal (yang
terinci), yang manthuq (makna yang berdasarkan pengutaraan), nasikh mansukh,
mutlaq (tidak terbatas) dan muqayyad (terbatas) dan lain sebagainya
6. Persoalan makna Al-Qur’an yang
berhubungan dengan lafal fashl (pisah), washal (berhubungan), ijaz ( singkat),
ithnab ( panjang) musawah (sama) dan Qashr (pendek).
C. Urgensi mempelajari Ulumul Qur’an
Adapun tujuan dari mempelajari
‘Ulumul Qur’an adalah:
1. Agar dapat memahami kalam Allah
‘Aza Wajalla sejalan dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan para
tabi’in tentang interprestasi mereka terhadap
Al-Qur’an
2. Agar mengetahui cara dan gaya yang
digunakan oleh para mufassir (ahli tafsir) dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai penjelasan tentang
tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta kelebihan-kelebihannya.
3. Agar mengetahui persyaratan-persyaratan
dalam menafsirkan Al-Qur’an
4. Mengetahui ilmu-ilmu lain yang
dibutuhkan dalam menafsirkan Al-Qur’an.
D. Sejarah Pertumbuhan
dan Perkembangan ‘Ulumul Qur’an
Sebagai ilmu yang terdiri dari
berbagai cabang dan macamnya, ‘Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu cabang disiplin
ilmu setelah melalui proses pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal ini
tentu banyak Pribadi dan kondisi yang membuatnya sebagai cabang ilmu yang penting untuk
memahami kitab suci Al Qur’an. Berikut ini kita lihat bagaimana alur lahirnya
cabang ilmu ini.
1. Masa Sebelum Penulisan
Di masa Rasulullah dan para sahabat,
Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan
tertulis. Para sahabat adalah orang Arab
asli yang dapat merasakan struktur bahasa
Ara yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul SAW. Bila
mereka menemukan ksulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat
menanyakan langsung kepada Rasul SAW.
Ada tiga faktor yang menyebabkan
Ulumul Qur’an tidak dibukukan di masa Rasul dan Sahabat.
1. kondisinya tidak membutuhkan
karena kemampuan mereka yang besar untuk memahami Al-Qur'an dan rasul dapat
menjelaskan maksudnya.
2. Para sahabat sedikit sekali yang
pandai menulis
3. Adanya larangan Rasul untuk
menuliskan selain Al-Qur’an.
Semuanya ini merupakan faktor yang
menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik di masa Nabi maupun di zaman
sahabat.[7]
2. Masa Penulisan Ulumul Qur’an
Di zaman khalifah usman Bin Affan
wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara penakluk Arab
dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan ini menimbulkan
kekhawatiran di kalangan sahabat akan terjadinya perpecahan di kalangan
muslimin tentang bacaan Al-Qur’an,
selama mereka tidak memiliki sebuah Al-Qur’an yang menjadi standar bagi
bacaan mereka. Sehingga disalinlah dari tulisan aslinya sebuah al-Qur’an yang
disebut Mushaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini, maka berarti Usman
telah meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm Al-Qur’an atau Ilmu al- Rasm al- Utsmani.
Di masa Ali terjadi perkembangan baru
dalam ilmu Qur’an. Karena melihat banyaknya umat Islam yang berasal dari bangsa
non Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan pembacaan
Al-Qur’an. Ali menyuruh Abu al-Aswad
al-Duali untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk
memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Al-Qur’an dari keteledoran
pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu
nahwu dan I’rab al-Qur’an.[8]
Pada zaman Bani Umayyah, kegiatan
para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu pada
penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara
lisan, bukan melalui tulisan atau catatn. Kegiatan-kegiatan ini dipandang
sebagai persiapan bagi masa pembukuannya.Orang yang paling berjasa dalam usaha
periwayatan ini adalah khalifah yang empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid Ibn
Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah Ibn al-Zubair dari kalangan sahabat.
Sedangkan dari kalangan tabi’in ialah Mujahid, Atha’, Ikrimah, Qatadah,
Al-Hasan al-Bashri, Sa’id Ibn Jubair, dan Zaid Ibn Aslam di Madinah. Kemudian
Malik bin Anas dari generasi tabi’tabi’in. mereka semuanya dianggap sebagai
peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asban al-nuzul, ilmu nasikh danmansukh, ilmu gharib al- Qur’an dan lainnya.
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib
al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Qur’an. Adapun Ulama ulumul Qur’an pada
masa ini adalah:
1. Abu
Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari, kitabnya ‘Ajaib Ulumul Qur’an.
Isi kitab
ini tentang keutamaan Al-Qur’an, turunnya atas tujuh huruf, penulisan
mushaf-mushaf, jumlah surah, ayat dan kata –kata Al-Qur’an.
2. Abu
al-Hasan al-‘Asy’ari, kitabnya Al-Mukhtazan fi Ulumul Qur’an
3. Abu
Bakar al-Sijistani, kitabnya Gharib al-Qur’an
4. Muhammad
Ibn Ali al- Adfawi, kitabnya Al- Istighna fi Ulumul Qur’an [9]
Pada abad ke-8 H muncul beberapa
ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-Qur’an, seperti berikut ini:
1. Ibn Abi
al- Ishba’, kitabnya tentang badai al-Qur’an.
Ilmu ini
membahas berbagai macam keindahan bahasa dalam al-Qur’an.
2. Ibn
Qayyim, menulis tentang Aqsamul Qur’an
3. Najamuddin
al-Thufi, menulis tentang Hujaj al-Qur’an. Isi kitab ini tentang bukti-bukti
yang dipergunakan Al-Qur’an dalam menetapkan suatu hukum
4. Abu
Hasan al-Mawardi menyusun ilmu amstal al-Qur’an
5. Badruddin
al-Zarkasyi, kitanya Al- Burhan fi Ulum Al-Qur’an.
Pada abad ke- 9 muncul beberapa ulama
melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu Qur’an, yaitu:
1. Jalaluddin
al- Bulqini, kitabnya Mawaqi’ al- Ulum min Mawaqi’ al- Nujum. Menurut
Al-Suyuthi, Al-Buqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori penyusunan
Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu
Al-Qur’an
2. Muhammad
Ibn Sulaiman al-Kafiaji, kitabnya Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya
diterangkan makna tafsir, takwil, al-Qur’an, surat dan ayat. Juga dijelaskan
dalam kitabnya itu tentang syarat-syarat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
3. Jalaluddin
al-Suyuthi, kitabnya Al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir(873 H). Kitab ini memuat 102
macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Menurut sebagian Ulama. Kitab ini dipandang sebagai
kitab Ulumul Qur’an yang paling lengkap. Al-Suyuthi merasa belum puas, beliau
menyusun lagi sebuah kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Di dalam kitab ini
terdapat 80 mcam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut al-
Zarqani kitab ini merupakan kitab pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam
ilmu ini. Setelah wafatnya Al-Suyuthi tidak terlihat munculnya penulis yang
memiliki kemampuan seperti kemampuannya. Sehingga terjadi kevakuman sejak
wafatnya Imam Al-Suyuthi sampai dengan akhir abad ke 13 H
Sejak penghujung abad ke-13 H hingga abad ke
-15, perhatian ulama terhadap penyusunan kitab-kitab Ulumul Qur’an kembali
bangkit. Kebangkitan ini sejalan dengan kebangkitan modern dalam perkembangan
ilmu-ilmu agama lainnya.diantara Ulama yang menulis tentang Ulumul Qur’an
ialah:
1. Syeikh
Thahir Al-Jazairi, kitabnya Al-Tibyan li
Ba’dh Al- Mabahits Al-Muta’alliqah bi Al-Qur’an.
2. Muhammad
Jamaluddin Al-Qasimi (1332 H) kitabnya, Mahaasin Al-Takwil
3. Muhammad
Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani, kitabnya Manaahil
Al-‘Irfan Fi ‘Ulum Al-Qur’an.
4. Musthafa
Shadiq Al-Rafi’, kitabnya I’jaz Al-Qur’an
5. Sayyid
Quttub, kitabnya Al-Thaswir al-Fanni Fi
Al-Qur’an dan Fi Zilal Al-Qur’an
6. Muhammad
Rasyid, kitabnya Tafsir al-Mannar
7. Shubhi
al-Shalih, kitabnya Mabaahits Fi Ulum
Al-Qur’an
8. T.M.
Hasbi Ash-Shiddieqi, kitabnya ilmu-ilmu
Qur’an
9. Rif’at
Syauki Nawawi dan Ali Hasan, kitabnya Pengantar
ilmu Tafsir
10. M.
Quraish Shihab, kitabnya membumikan Al-Qur’an.
Adapun mengenai kapan lahirnya istilah Ulum
Al-Qur’an, terdapat tiga pendapat, yaitu:
1. Pendapat
umum di kalangan para penulis sejarah ‘Ulum Al-Qur’an mengatakan bahwa lahirnya
istilah ‘Ulum Al-Qur’an pertama kali ialah pada abad ke-7
2. Ibn
Sa’id yang terkenal dengan sebutan Al-Hufi, dengan demikian menurutnya, istilah
ini lahir pada permulaan abad ke-15
3. Shubhi
Al-Shalih berpendapat lain. Menurutnya, orang yang pertama kali menggunakan
istilah ‘Ulum Al-Qur’an ialah Ibn Al-Mirzaban. Dia berpendapat seperti ini
berlandasan pada penemuannya tentang beberapa kitab yang berbicara tentang
kajian Al-Qur’an yang telah mempergunakan istilah ‘Ulum Al-Qur’an. Yang paling
awal menurutnya ialah kitab Ibn Al-Mirzaban yang berjudul Al-Hawi Fi ‘Ulum
Al-Qur’an yang ditulis pada abad ke-3 H. Hal ini juga disepakti oleh Hasbi
As-shiddieqi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Dari
uraian di atas dapat dipahami bahwa ‘Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas
segala hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang disandarkan
kepada Al-Qur’an sebagai penunjang untuk memahami Al-Qur’an secara luas dan
mendalam. Perlu kita pelajari agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami dan
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi acuan dan pedoman hidup dalam
rangka meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.
2. Pertumbuhan
dan perkembangan ‘Ulumul Qur’an berlangsung dalam rentang waktu yang panjang.
Walaupun pada masa nabi hidup di siplin ilmu ini belum dibukukan, sebab sahabat
merasa cukup meminta penjelasan dari rasul akan sesuatu yang tidak dipahami.
Namun hal ini berkembang, dimana wilayah Islam telah luas dan banyak orang
‘Ajam (non Arab) yang masuk Islam, tentunya mereka mengalami kesulitan dalam
membaca dan memahami Al-Qur’an. Lahirlah inisiatif dari Usman untuk menyalin
Al-Qur’an kembali dari Salinan Al-Qur’an
yang pernah ditulis di masa Nabi hidup dan diperbanyak. Tindakan ini
disusul dengan berbagai kegiatan para sahabat dan para tabi’in untuk menggali
berbagai ilmu dalam Al-Qur’an, sehingga lahirlah berbagai kitab. Akhirnya pada
abad ke-2 H ‘Ulumul Qur’an mulai dibukukan. Dengan kitab-kitab yang sudah
ditulis tersebut semakin meramaikan pembahasan para Ulama tentang Al-Qur’an.
Imam As-Suyuthi adalah salah satu Ulama ‘Ulumul Qur’an yang berpengaruh, karena
kitabnya menjadi pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini.
DAFTAR PUSTAKA
T.M. Hasbi Ash-Shidieqi, Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980), Cet. VII, H. 112
Mujid al-Din Muhammad bin Ya’qub al-Farizi, al-Qamus al- Muhith, (Mesir: Mustafa
al-Baby al-Halaby, 1952/1371 H ), Juz. IV, Cet. II, H. 155
Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, al- Madkhal li Dirasah al- Qur’an al- Karim,
(Beirut: Dar al- Jil, 1992/1412), h.19-20
T.M. Hasbi
As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h.10-11
Ramli Abdul Wahid, Ulumul
Qur’an, ( Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), Cet. Ke IV, h. 9
Shubhi
Al-Shalih, Mabaahits fi Ulumul Qur’an,(
Beirut: Dar al-‘ilm al-Malayin, 1977), h.120
Kahar
Mansyur, Pokok-pokok Ulumul Qur’an,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.32
T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqi, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an,
(Jakarta:Bulan Bintang, 1973. H.14
[2]
Mujid al-Din Muhammadbin Ya’qub al Farizi, al-Qamus al-Muhith, ( Mesir: Mustafa al-Baby al-Halaby, 1952/1371
H), Juz. IV, cet, II, h. 155
[3]
Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah,
al-Makhal li Dirasah al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar al-Jil,1992/1412 H),
h. 19-20
[5]
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an,
(Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), Cet. IV, h. 9
[6]
Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an,
(Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 11
[7]
Shubhi Al-Shahih, Mabaahits fi
Ulumul Qur’an, (Beirut: Dar al-‘ilm al-Malayin,1997), h. 11
[8]
Kahar Mansyur, Pokok-pokok Ulumul
Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta,1992), h.32
[9]
T.M. Hasbi As-Siddieqi, Ilmu-ilmu
Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang,1973), h. 14
0 Komentar untuk " "